JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Petani kelapa sawit di Desa Balai, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang terpaksa melangsir tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menggunakan jetor/traktor bajak sawah dari kebun untuk dijual ke agen penampung karena akses jalan tergenang banjir.
Akibat banjir petani juga menunda waktu panen TBS hingga tiga pekan.
“Sebenarnya minggu kemarin jadwalnya panen (dua minggu sekali), selama banjir panennya diundur. Hari ini sudah tiga minggu,” kata Amir Hamzah (38), dijumpai usai panen sawit, senin (30/1/2023).
Warga Kampung Balai, kata Amir Hamzah hampir rata-rata panen sawit setiap hari minggu. Karena terlambat panen, brondolan janjang sawit di pohon pada rontok jatuh ke bawah dapat memengaruhi bobot TBS.
Banjir juga membuat warga yang bergantung disektor ini mengeluh. Pasalnya selain ekonomi terganggu, pengeluaran petani bertambah.
“Biasanya hanya kena upah panen saja Rp250-300 per kilogram. Selama banjir kami tambah beban biaya untuk ongkos langsir lagi,” keluhnya yang mengaku memiliki lahan kebun sawit hanya seluas 1 hektare.
Amir Hamzah bersama petani sawit lainnya Junaidi menjelaskan saat banjir mereka mengeluarkan produksi sawit menggunakan jasa becak motor dan jetor/traktor yang biasanya untuk membajak sawah.
Hal itu dilakukan karena truk pengangkut TBS milik agen penampung tidak bisa masuk ke ladang/areal kebun.
“Akses jalan produksi menuju kebun semuanya tergenang banjir. Sepeda motor saja harus disumpal knalpotnya dan dituntun dalam kondisi mati mesin baru bisa melintas,” sebut Junaidi.
Sementara itu harga TBS sawit ditingkat petani masih normal berkisar Rp1.400-1.500/kg. Harga ini sudah bertahan empat bulan terakhir atau sejak Oktober 2022.
Petani berharap harga sawit terus stabil di tahun 2023 ini agar mereka dapat menanggulangi biaya operasional dan perawatan kebun.
“Tidak bisa kami bayangkan kalau saat banjir ini harga sawit turun di bawah Rp1.000/kg, mungkin pembagian hasil panen lebih banyak pekerja daripada pemilik (80 persen pengeluaran 20 persen diterima petani),” tambahnya.
Diketahui Desa Balai, Kecamatan Bendahara kembali teredam banjir luapan sungai pada Sabtu (28/1) pagi. Sedikitnya dua dusun di desa itu, yakni Matang Cengal dan Dusun 1 Marlempang terendam setinggi betis orang dewasa.
Padahal dua hari lalu warga sudah pulang membersihkan rumah masing-masing setelah banjir surut.
Kondisi serupa juga dialami Saptono (43), petani di Desa Paya Baru, Kecamatan Manyak Payed. Saat banjir beberapa hari lalu ia praktis tidak bisa petik hasil TBS melewati sekali rotasi. Pasalnya alur sungai di kebun sawit meluap setinggi 50-100 sentimeter.
“Saya belum panen sawit sampai sekarang karena biasanya habis banjir ladang becek. Rencana besok dipanen tunggu kebun kering,” ucapnya.
Sementara kata Tono, ada petani lain hampir dua bulan tidak bisa pergi ke kebun di kawasan Gunung Mejid (di atas Desa Paya Baru) karena akses jalan rusak berat saat musim hujan. Ada 10 hektare luas kebun sawit petani tersebut tapi jarang dikutip hasilnya.
“Apalagi kemarin banjir mungkin sudah pada busuk buahnya tidak pernah ditengok oleh pemiliknya,” katanya.
Sumber: acehprov.go.id