Persoalan kebun sawit rakyat di dalam kawasan hutan dapat terselesaikan melalui mekanisme regulasi di dalam UU Cipta Kerja dan turunannya. Lebih mengutamakan penyelesaian dengan sanksi administratif.
Pemerintah dalam hal ini kementerian terkait diminta lebih kencang dalam menyelesaikan keterlanjuran kebun sawit petani yang ada di dalam kawasan hutan sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan turunannya.
Selain itu, perlu pemahaman tegas dan jelas bahwa UUCK Nomor 11/2020 mengedepankan pengenaan sanksi administratif (Ultimum Remedium) sehingga terhadap kegiatan perkebunan yang telah terbangun sebelum berlakunya UUCK tidak dikenakan sanksi pidana, unsur pemahaman ini menjadi penting melalui sosialisasi ke seluruh Indonesia.
Pembahasan ultimum remidum tersebut muncul dalam diskusi webinar DPW APKASINDO (Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Riau dan GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit) Riau yang bertemakan “Sosialisasi Regulasi UUCK/Turunannya & Cegah Karhutla”, Senin (12 Juli 2021).
Diskusi ini menghadirkan pembicara Kombes Pol Dr. Endang Usman, SH., MH. (Kabidkum Polda Riau), Dzakiyul Fikri, SH., MH. (Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Riau),Dr. Ir. Mamud Murod, MH. (Kepala Dinas LHK Riau), Sofyan, S.Hut,M.Si, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIX, Dr. Sadino,S.H.,MH. (Akademisi dan Praktisi Hukum Kebijakan Kehutanan), Samuel Hutasoit, SH., MH.,C.L.A (Dewan Pakar Hukum DPP APKASINDO), serta Eddy Nofiandy,SH.,MH. (Ketua Kompartemen Hukum dan Advokasi GAPKI Riau).
Acara ini langsung di Pandu oleh Sekjend DPP Apkasindo, Rino Afrino, ST., MM.,C.APO. Hadir juga pada acara tersebut Ketua DPW APKASINDO Riau, KH Suher dan Ketua GAPKI Riau, Djatmiko K. Santosa. Acara sosialisasi ini secara resmi dibuka oleh Dewan Pembina & Penasehat DPP APKASINO, yang diwakili oleh Kiai T. Rusli Ahmad.
“Ini berarti proporsi sawit dalam kawasan hutan cukup besar dan Riau harus bersyukur dengan disyahkannya UUCK dan turunannya ini, berarti semua sudah ada solusinya masing-masing dan itu semua secara rinci diatur dalam turunan UUCK tersebut, yaitu Ultimum Remedium,”ujar Mamun Murod, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau.
Ia mengatakan UU Cipta Kerja memang mengutamakan ultimum remedium (tidak ada pidana) untuk menyelesaikan masalah kebun sawit rakyat di kawasan hutan. Upaya penyelesaian persoalan ini dilakukan melalui PP Nomor 24/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kehutanan. Peraturan Pemerintah ini mengatur mekanisme penyelesaian kebun yang telah terbangun dalam Kawasan hutan sebelum UU Cipta Kerja terbit sebagaimana diatur dalam Pasal 110A dan Pasal 110 B UU No. 18 Tahun 2013 tentang P3H jo UU Cipta Kerja, “ya kita harus memandang permasalahan hutan dengan regulasi saat ini, jangan mengulang-ngulang dengan regulasi yang lama,”ujarnya.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit indonesia, Edisi 117)