JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pakar mengungkapkan strategi agar para pelaku usaha sawit berbondong-bondong ikut Bursa CPO Indonesia. Saat ini, Bursa CPO Indonesia sendiri baru akan diikuti oleh sebanyak 18 perusahaan.
Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Prof. Bustanul Arifin mengungkapkan pemerintah harus memberikan stimulus kepada pelaku usaha, agar nantinya perusahaan-perusahaan sawit makin banyak masuk bursa CPO.
“Bagaimana bursa ini yang tadi sudah 18 gabung, bagaimana pelaku lain bisa tertarik. Kalau pelaku lain harus tertarik, tagihan saya, insentif apa supaya masuk kesana. Nanti kalau masuk disitu komandannya ICDX semua, enggak tertarik juga. Saya berpikir, kalau diberikan insentif, misalnya PPN atau pajak yang lain mungkin bisa loh,” ujar Bustanul saat Peluncuran Bursa CPO Indonesia di Jakarta, Jumat (13/10/2023).
Dia mengatakan, pada awalnya pelaku usaha pun tidak berminat untuk masuk ke Bursa CPO Indonesia jika sifatnya kewajiban (mandatory). Setelah pemerintah akhirnya membuat skemanya bersifat voluntary, akhirnya bursa ini pun bisa dirilis.
“Makanya Pak Menteri menggarisbawahi bahwa ini voluntary karena referensi harga, price discovery diutamakan, didahulukan. Kalau diwajibkan berat ya. Ingat yang diwajibkan itu ISPO, sertifikasi di hulunya, yang voluntary RSPO,” jelas Guru Besar Universitas Negeri Lampung itu.
Menurut Bustanul, perilisan bursa fisik CPO ini menjadi langkah awal Indonesia untuk menjadi barometer harga sawit dunia. Indonesia sendiri tercatat berkontribusi terhadap 85 persen produksi CPO dunia. Rinciannya dari total produksi CPO 2022 yaitu 77,22 juta ton, mayoritas Indonesia 45,5 juta ton dan Malaysia 18,8 juta ton dan Thailand 3,2 juta ton.
“Maka, referensi itu penting. Makin kredibel bursanya, makin dipercaya referensinya maka jadi referensi beneran. Itu nanti dimulai dari menghargai bursa itu sendiri. Inget ini bursa fisik, bursa berjangkanya ada di BBJ. Pelan pelan, logikanya bursa fisik dan berjangka bergerak seiring bukan melebar itu tidak saling mendukung,” tutur Bustanul.
Agar harga yang terbentuk kredibel, Bustanul mengatakan pelaku usaha untuk transparan dalam bertransaksi.
“Jangan ada main nimbung, main petak umpet sendiri bahkan satu menjaga kuat mengarah pada sustainable palm oil, satunya menghancurkan. Itu gak bener, tidak saling mendukung. Kredibilitas dengan harga maupun perilaku pengusahaan sawitnya menjadi penting,” ucap Bustanul.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappeti) meluncurkan bursa Crude Palm Oil (CPO) pada hari ini. Bursa CPO ini sangat penting karena Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar di dunia.
“Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim dengan memohon ridho dari Allah subhanahu wa ta’ala Tuhan yang maha kuasa, Bursa CPO saya resmikan,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas dalam peluncuran bursa CPO di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (13/10/2023).
Dengan Indonesia memiliki Bursa CPO, Zulhas berharap harga kelapa sawit Indonesia tidak lagi mengacu pada bursa yang ada di Rotterdam belanda dan Malaysia. Menurutnya, Indonesia akan menjadi barometer harga CPO dunia.
“Kita berharap dengan adanya bursa ini nanti maka barometer harga CPO dunia ada di kita, wong kita nomor 1, masa kita gak tersinggung, masa kita nggak malu, masa kita diam saja,” ucap Zulhas.
Penulis: Indra Gunawan