JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Anggota parlemen menyayangkan keluarnya surat Menteri Sekretaris Negara yang meminta penghentian pembahasan RUU Perkelapasawitan kepada Menteri Pertanian. Pasalnya, surat ini dibuat karena tekanan koalisi LSM yang menyuarakan RUU sawit tidak dilanjutkan.
“Inikan tidak benar negara diperintah LSM. RUU nya saja masih dibahas panja. Masa, lembaga negara diintervensi LSM,” kata Firman Soebagyo Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, dalam layanan pesan singkat, pada Kamis (6/7/2017).
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno menerbitkan surat yang berisi permohonan supaya pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Perkelapasawitan tidak dilanjutkan. Permintaan ini ditujukan kepada Amran Sulaiman selaku Menteri Pertanian melalui surat yang dikirimkan Menteri Sekretaris Negara RI.
Redaksi Majalah SAWIT INDONESIA menerima salinan surat Menteri Sekretaris Negara RI bernomor B.573/M.Sesneg/D-1/HK.00.02/06/2017 perihal penyampaian permohonan untuk menghentikan pembahasan RUU Perkelapasawitan tertanggal 22 Juni 2017. Keluarnya surat ini merupakan tanggapan atas surat Koalisi Masyarakat Sipil Pemerhati HAM dan Lingkungan Hidup bernomor 140/KOALISI/HAMLH/V/2017 tanggal 23 Mei 2017 kepada Presiden Jokowi.
Firman mengatakan keluarnya surat itu menunjukan bahwa Mensesneg Pratikno tidak menyadari tentang tugas fungsi pokoknya sebagai pejabat.
“Jadi, Mensesneg tidak paham fungsi DPR sebagai lembaga negara yang secara konstitusional menerima mandat untuk penyusunan UU dibahas oleh DPR dan Presiden. Semua RUU sebelum dilakukan pembahasan harus ada pengusulnya sebagai hak inisiatif. Inisiatif bisa dari DPR melalui usulan anggota,” jelas Firman.
Ditambahkan Firman semua RUU sebelum pembahasan juga harus masuk daftar prolegnas (Program Legislasi Nasional) yang sudah mendapat persetujuan DPR, Presiden dalam hal ini diwakili oleh Menkumham.
“Saat ini, banyak petani sawit menghadapi masalah. Tentunya harus diberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam membela hak-hak mereka sebagai warga negara. Saya paham betul apa yang dirasakan petani kita,” ujar Firman yang menjabat Sekretaris Dewan Pakar Partai Golkar ini.
Itu sebabnya, kata Firman, dirinya sangat kecewa terkait surat Mensesneg yang terburu-buru menyikapi masukan sejumlah LSM itu.
“Sepertinya ada udang dibalik batu. Terkesan bahwa Mensesneg tidak menguasai aturan hukumnya dan terdapat konflik kepentingan,” pungkasnya.