JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Council Palm Oil Producing Countries (CPOPC) yang dipelopori Indonesia dan Malaysia telah mengirimkan surat resmi kepada KLM, Maskapai Penerbangan Belanda, untuk menanggapi kebijakan larangan penggunaan sawit. Surat bernomor 023/CPOPC-CommPro/MI/XI/2017 meminta KLM supaya membuat kebijakan yang seimbang dan adil terhadap kelapa sawit.
Mahendra Siregar, Direktur Eksekutif CPOPC mengirimkan surat bertanggal 23 November 2017, yang ditujukan kepada CEO KLM Pieter Elbers. Dasar terbitnya surat ini mengklarifikasi artikel di majalah internal KLM, Holland Herald yang menjelaskan kebijakan perusahaan melarang penggunaan minyak sawit. Pengecualian diberikan KLM bagi pemasok yang dapat membuktikan minyak sawitnya bersertifikat RSPO.
Mahendra dalam suratnya menyatakan bahwa KLM tidak memahami perkembangan terkini di pasar minyak nabati global pada umumnya dan implikasinya terhadap global lingkungan hidup.
“Saya mengambil kesempatan ini untuk mencerahkan KLM. Di pasar minyak nabati, minyak kelapa sawit produktivitasnya jauh lebih besar daripada minyak nabati lain seperti rapeseed, “tulisnya dalam surat yang diterima redaksi sawitindonesia.com.
Berkaitan hal tersebut, dituliskan Mahendra, beberapa negara pemasok minyak nabati alternatif telah menyatakan bahwa mereka tidak lagi memiliki ketersediaan laham dan sumber daya alam terbatas seperti air yang tersedia untuk memenuhi permintaan minyak nabati di masa depan.”
Dari aspek produktivitas, rapeseed menghasilkan 0,3 ton minyak per hektar, sedangkan bunga kedelai dan bunga matahari menghasilkan 0,6 ton dan pohon kelapa sawit menghasilkan 3 sampai 6 ton minyak per hektar, menurut CPOPC.
Mahendra menerangkan bahwa RSPO salah satu sertifikat sawit berkelanjutan yang diakui pasar dunia. Walaupun demikian, biaya sertifikasi RSPO sangatlah memberatkan, di sisi lain tidak harga premium di pasar Eropa. “Saya sarankan jika KLM ingin promosikan RSPO, sebaiknya berikan harga premium untuk produsen bersertifikat RSPO.”
Ditambahkan Mahendra, kebijakan KLM dinilai membuat misinformasi bahwa hanya satu-satunya minyak sawit bersertifikat RSPO yang berkelanjutan (sustainability) di dunia ini. Padahal, Indonesia dan Malaysia mempunyai sertifikat berkelanjutan juga: ISPO dan MSPO.
“Jika KLM ingin memperluas bisnisnya di pasar ASEAN, terutama menjadikan Indonesia dan Malaysia sebagai hub. Akan lebih baik KLM menghindari perdebatan sensitif terkait sawit dan membuat keseimbangan dalam pengakuan sertifikat sustainability di pasar dunia.”
Surat CPOPC ini juga ditembuskan kepada Kemenko Bidang Perekonomian RI, Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Perdagangan RI, Kementerian Komoditas dan Industri Perkebunan Malaysia, Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peringatan 40 Tahun Kerja Sama Kemitraan ASEAN-Uni Eropa pada 14 November di Uni Eropa, Presiden Joko Widodo menegaskan supaya di Uni Eropa menghentikan perlakuan diskriminasi kepada produk sawit. Resolusi Parlemen Eropa dituding merugikan kepentingan ekonomi dan merusak citra negara produsen sawit juga harus dihilangkan.
“Resolusi Parlemen Uni Eropa dan kebijakan negara Eropa terhadap kelapa sawit dan berbagai kampanye hitam, tidak saja merugikan kepentingan ekonomi, namun juga merusak citra negara produsen sawit” ujar Jokowi.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengancam tindakan balasan kepada Uni Eropa yang kerapkali mengganggu perdagangan kelapa sawit.
“Kalau Eropa ganggu palm oil, kita bisa lakukan hal serupa kepada bubuk susu dan wine (red- minuman anggur),” tegasnya.
Bahkan, kata dia, kekuatan Eropa disangsikan dalam menghadapi perlawanan Indonesia di perdagangan global. “Apa jadinya mereka jika kita tak ekspor sawit,” kata Enggar.