JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Semenjak 2010 sampai 2021, pemakaian biodiesel sebagai komponen pencampuran (blending) solar terus meningkat secara bertahap. Total penggunaan biodiesel sepanjang periode tersebut mencapai 32,98 juta Kl.
“Memang apabila dijumlahkan keseluruhan FAME yang digunakan dalam implementasi biodiesel dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2021 berada di angka 32,98 juta kilo liter,” ujar Vice Presiden Pertamina Patra Niaga, Budi Hutagaol dalam sebuah webinar.
Ia mengatakan tahun ini Pertamina mendapatkan alokasi dari Kementerian ESDM sebesar 7,81 juta KL. Tercatat, ada 22 badan usaha bahan bakar nabati yang menyalurkan FAME kepada Pertamina.
“Pertamina Patra Niaga menangani 27 titik lokasi dari 30 titik lokasi pencampuran FAME B30. Sementara itu tiga titik lokasi ditangani oleh kilang di Plaju dan Balikpapan,” ujarnya.
Berdasarkan permintaan dari volume solar yang disalurkan Pertamina, sebenarnya kebutuhan biodiesel sebesar 8,24 juta Kl. Budi Hutagaol mengatakan setiap tahun Pertamina diminta membuat estimasi kebutuhan penjualan solar pada 2022. Berpijak dari hal tersebut, barulah muncul Keputusan Menteri ESDM mengenai alokasi FAME dan daftar badan usaha (BU) BBN lalu dari segi alokasi masing-masing BU BBN.
“Pengiriman FAME nantinya akan dilakukan dengan kapal dan armada tanki ke titik lokasi pencampuran biodiesel,” ujarnya.
Sampai semester I 2021 ini volume biodiesel yang telah tersalurkan sebesar 4,3 juta kilo Liter (kL) atau 46,7% dari target penyaluran biodiesel tahun 2021, dan memberikan manfaat ekonomi setara hingga Rp29,9 Triliun. Angka tersebut terdiri dari penghematan devisa sebesar Rp24,6 Triliun dan nilai tambah dari Crude Palm Oil (CPO) menjadi biodiesel sebesar Rp5,3 Triliun. Selain itu, implementasi biodiesel juga telah berhasil mengurangi emisi CO2 sebesar 11,4 juta ton CO2e.