JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), Achmad Mangga Barani, mengusulkan perlunya percepatan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Hal tersebut diutarakan dalam Dialog Webinar Refleksi 10 tahun ISPO: Percepatan Sawit Indonesia Berkelanjutan yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, pada Rabu (22 September 2021).
Dijelaskan Mangga Barani, untuk membahas percepatan ISPO tentu harus tahu dulu apa yang sudah dikerjakan/dilakukan. “Sejak ISPO digagas hingga saat ini, capaian sertifikasi ISPO (2011 – 2021), dengan adanya Permentan No 19/2011 (2011 – 2015) tercapai 127 perusahaan yang mendapat sertifikasi ISPO. Kemudian, dengan terbitnya Permentan N0 11/2015 (2016 – 2019) tercapai 494 sertifikasi ISPO (480 perusahaan dan 4 KUD dan 10 Koperasi. Pencapaiannya sudah melebihi 2 kali lipat bahkan sudah masuk ke petani (KUD dan Koperasi),” jelasnya.
Dalam kegiatan yang dihadiri lebih dari 860 peserta ini. Lebih lanjut, Mangga Barani mengatakan saat ini pelaksanaan sertifikasi ISPO ada aturan yang baru yaitu terbitnya Permentan No 38/2020. Meski sudah ada aturan baru, tetapi sebagian pelaksaannya masih menggunakan prinsip dan kriteria yang ada pada aturan sebelumnya yaitu Permentan No 1/2015.
“Tapi kita lihat pencapaiannya lebih maju, semula ditentukan oleh pemerintah melalui komisi ISPO sementara dalam Permentan No 30/2020 dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi. Dan, ini terlihat lebih cepat. Dengan prinsip dan kriteria yang sama dengan Permentan No 11/2015 sudah mencapai 139 sertifikat ISPO kurang lebih 1 tahun di masa pandemi Covid-19. Jadi, kita bisa lihat kemajuan/capaian sertifikasi ISPO,” lanjut pria yang pernah menjabat Direktur Jenderal Perkebunan.
Ia menjelaskan sertifikasi menilai ISPO sepanjang 10 tahun terakhir sudah melakukan tiga kali perbaikan peraturan dan perundang-undangan sertifikasi ISPO. Permentan No.19 Tahun 2011 yang digunakan dasar melakukan sertifikasi ISPO menerbitkan 127 sertifikat untuk perusahaan sepanjang tahun 2011-2015.
Periode kedua adalah Permentan Nomor 11 Tahun 2015 yang berjalan dari 2016-2019 telah menghasilkan 494 sertifikat terdiri dari 480 perusahaan, 4 KUD dan 10 koperasi.
Kemudian lahirlah Permentan No.38 Tahun 2020. Dalam Permentan baru ini seluruhnya dilakukan lembaga Sertifikasi (LS). Semenjak Juli 2020 sampai Agustus 2021 mampu menerbitkan 139 sertifikat.
“Apa yang kita lakukan ada kemajuan berarti. Salah satu contoh, ada lembaga sertifikasi di periode Permentan Nomor 19 Tahun 2011 hanya menerbitkan 4 sertifikat dalam kurun waktu empat tahun,” kata dia.
Sebagai pengingat, ada tujuan sistem sertifikasi ISPO yang tertuang dalam Perpres No 44 tahun 2020 pasal 3. Pertama, memastikan dan meningkatkan pengelolaan serta pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit sesuai Prinsip dan Kriteria ISPO. Kedua, meningkatkan keberterimaan dan daya saing hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia di pasar nasional dan internasional. Dan, ketiga meningkatkan upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca.
Agar tidak keluar dari tujuan di atas, Mangga mengusulkan 6 poin untuk percepatan sertifikasi ISPO. “Pertama, melanjutkan refreshment bagi auditor internal perusahaan dan LS serta penambahan auditor internal perusahaan sesuai standar minimal. Kedua, meningkatkan kesadaran, pemahaman dan komitmen Pelaku Usaha Perkebunan. Ketiga, penyempurnaan Prinsip dan Kriteria Permentan No 38 tahun 2020,” kata Mangga.
“Keempat, menyegerakan terbentuknya Sertifikasi Komite ISPO. Kelima, penyediaan dana untuk kegiatan penetapan kelas kebun (perusahaan) dan STDB (perkebunan rakyat) dan Keenam, penyediaan tenaga pendamping pekebun,” pungkas Mangga.