Penulis :Dwi Susilowati (Technical Excellence Head) dan Yustinus Eko Julianto, Technical Excellence Lead Kalimantan, PT Syngenta Indonesia)
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeisguinensis) merupakan tanaman strategis bagi Indonesia, dengan luas 16,5 juta ha menjadikan tanaman kelapa sawit komoditi utama tanaman perkebunan. Kelapa sawit memberikan sumbangsih yang cukup besar terhadap devisa negara, karena produk olahannya sebagai komoditi ekspor Indonesia kemanca negara. Selain itu tanaman kelapa sawit juga merupakan penggerak roda perekonomian rakyat, selain hasil produksinya dapat dijual dengan mudah, kelapa sawit juga dapat menyerap tenaga kerja yang dapat diandalkan, baik di lahan perkebunan mau pun di sektor industi pengolahan minyak kelapa sawit (CPO).
Hampir seluruh provinsi di Indonesia menjadi sentra penanaman kelapa sawit, dari total 33 provinsi yang ada, 22 diantaranya menjadi tempat perkembangan dan perluasan perkebunan kelapa sawit, dimana dua pulau utama sentra perkebunan kelapa sawit adalah Sumatra dan Kalimantan. Pada tahun 2015, luas perkebunan sawit Indonesia mencapai 11,3 juta Ha dan pada 2019 tumbuh secara signifikan, yaitu 45% hingga mencapai angka 16,38 juta hektar (Kementrian Pertanian, 2019), dengan porsi terbesar adalah perkebunan rakyat yaitu 53%; perkebunan swasta 42%; dan perkebunan negara 5%.
Indonesia telah menjadi negara produsen minyak sawit terbesar dunia sejak 2006, CPO share production Indonesia sudah mencapai 53,4% dari total CPO dunia, diikuti Malaysia dengan persentase 32%. Dalam pasar minyak nabati global pada 2016, produksi CPO dunia mencapai 40% dari total produksi minyak nabati global, dan berikutnya 33,18% diikuti oleh produksi minyak kedelai (soybean oil), (United States Department of Agriculture, 2016).
Produktivitas menjadi kata kunci yang begitu penting dalam segala aspek manajemen industri kelapa sawit dari hulu kehilir, guna mempertahankan prestasi kontribusi CPO di level global. Selain dari sisi luasan yang begitu besar dalam menopang angka produksi secara kuantitatif, perkebunan kelapa sawit juga harus tetap fokus pada pengembangan produktivitas dan efisiensi dalam pengelolaan sistem budidaya tanaman.
Salah satu aspek penting dalam budidaya tanaman kelapa sawit adalah pengelolaan organisme pengganggu tanaman yang efektif dan efisien. Sebelum lebih jauh menentukan langkah pengendalian organisme pengganggu tanaman kelapa sawit, perlu diketahui kembali tiga kelompok penting organisme pengganggu tanaman kelapa sawit :
1.Penyakit Utama
Penyakit adalah kerusakan pada tanaman akibat serangan pathogen secara terus menerus, sehingga menyebabkan ketidak normalan secara fisik mau pun penghambatan fungsi fisiologis/metabolisme pada tanaman. Kerusakan fisiologis akibat defisiensi unsur hara mau pun cekaman lingkungan, juga dapat di artikan sebagai penyakit, namun secara umum, penyakit tumbuhan di kaitkan dengan pathogen penyebab penyakit. Patogen bukanlah penyakit, karena hanyalah salah satu dari 3 unsur hukum segi tiga penyakit. Secara umum penyakit tanaman dapat diprediksi melalui 3 faktor utama pemicu gejala penyakit diantaranya: pathogen yang virulen, inang yang peka dan lingkungan yang mendukung.
Prinsip pengelolaan penyakit adalah menghilangkan atau menekan salah satu faktor tersebut agar serangan penyakit tidak terjadi atau menurun.
Penyakit menyumbang 10% kehilangan produksi pangan dunia, dimana 2/3 disebabkan oleh jamur. Pada beberapa kasus di tanaman pangan dan hortikultura kehilangan hasil akibat penyakit yang disebabkan oleh jamur dapat mencapai 95% atau bahkan gagal panen, namun pada tanaman kelapa sawit hal ini belum mendapatkan perhatian yang serius, pada hal dampak kerugiannya tidak kalah besar dengan organisme penggangu tanaman lainnya.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 106)