Minyak sawit merah mengandung nutrisi tinggi, dengan kandungan omega 9, omega 6 dan little omega 3, mengandung Betakaroten dan Vitamin E. Kandungan gizinya dapat membantu persoalan stunting di Indonesia.
Pengalaman Prof. Darmono Taniwiryono saat bermukim di Brasil selama satu tahun (1983 – 1984), menjadi bekal untuk lebih mengenali potensi (kandungan) kelapa sawit. Dari hasil pengamatannya makanan yang dikonsumsi masyarakat Brasil sama dengan masyarakat Afrika Barat. Mereka kerap menggunakan minyak sawit merah untuk campuran bumbu makanan sehari-hari.
Pengalaman itu, disampaikan saat Darmono Taniwiryono Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) menjadi salah satu pembicara dalam diskusi bertemakan “Sawit Menjawab Kebutuhan Gizi dan Persolanan Kesehatan”, yang diadakan Majalah Sawit Indonesia, pada Rabu (6 Maret 2019).
Darmono mengakui sangat tertarik dengan makanan Brazil. Maka, sepulang dari Brazil, “saya mencari makanan dengan bumbu minyak sawit merah seperti yang ada di Brasil ternyata tidak ada. Atas dasar itu, saya berniat untuk membuat minyak sawit merah yang digunakan untuk campuran makanan,” ucapnya, sambil mengingat pengalaman tinggal di Brazil.
Seperti diketahui, minyak sawit merah berasal dari kelapa sawit, tanaman asal Afrika. Tanaman kelapa sawit di Brazil ditanam oleh hamba sahaya yang dibawa oleh Portugis karena menginginkan makanan seperti di negaranya dicampuri dengan minyak sawit merah. Berbeda dengan tanaman kelapa sawit yang ada di Indonesia yang saat ini menjadi tanaman perkebunan. Dan, kini menjadi perkebunan unggulan yang berkontribusi besar pada perekonomian nasional.
Pria kelahiran Yogyakarta, kemudian melanjutkan ceritanya jika mengamati orang Afrika Barat, secara fisik ciri-cirinya tinggi dan kuat salah satunya karena mengonsumsi makanan dengan campuran minyak sawit merah yang dikonsumsi setiap saat. “Bahkan, minyak sawit merah dijualbelikan di pasar tetapi di Indonesia tidak ada yang saat ini menjadi produsen sawit terbesar di dunia,” kata Darmono.
Darmono menegaskan kelapa sawit selain mempunyai beragam potensi dengan produk turunannya bisa diambil ekstraknya (minyak sawit merah) untuk dikonsumsi seperti masyarakat Afrika Barat.
“Sawit di Indonesia sudah ada sejak 167 tahun lalu. Tetapi dalam perjalannya kita tidak pernah meniru untuk mengonsumsi minyak sawit merah seperti orang Afrika Barat. Masyarakat Afrika Barat mengonsumsi minyak sawit merah seperti makanan herbal sudah sejak 5000 tahun lalu. Dan, sangat menyukai minyak sawit merah yang kental,” tegasnya.
Kaya nutrisi
Menurutnya, kandungan minyak sawit merah mencapai 1750 ppm sehingga kandungan gizinya sangat tinggi. Jika kelapa sawit yang masuk pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan menghasilkan minyak sawit rata-rata hanya 600-700 ppm dan ini juga tergantung pada bibitnya. Berbeda dengan ekstrak (minyak sawit merah) yang sangat tinggi kandungan Vitamin A.
Minyak sawit merah mengandung nutrisi tinggi, dengan kandungan omega 9, omega 6 dan little omega 3, mengandung Betakaroten dan Vitamin E. Minyak sawit merah dapat dikonsumsi langsung atau ditambahkan pada makanan yang masih hangat sebelum disajikan dan disantap.
Dengan kandungan vitamin dan gizi yang ada pada minyak sawit merah dapat menjadi solusi permasalah stunting yang ada di Indonesia. Seperti diketahui, tingginya angka stunting menjadi persolan bersama bagi stakeholders untuk segara menekan sehingga dampaknya dapat diminimalisir.
Data dari World Health Organizatiton (WHO) yang dirilis pada 2018 mencatat angka stunting di Indonesia sebesar 7,8 juta dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6 persen. Sebanyak 18,5 persen kategori sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek. Ini yang mengakibatkan WHO menetapkan Indonesia sebagai Negara dengan status gizi buruk.
Melihat fakta di atas, Darmono juga berkontibusi untuk meminimalisir angka stunting dengan produk kemasan minyak sawit merah. Melalui, perusahaan PT. Nutri Palma Nabati yang dikelolanya sudah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan perguruan tinggi ternama di Indonesia. Antara lain terdapat 6 topik riset di Institut Pertanian Bogor (IPB), satu topik riset di Institut Tekonologi Bandung (ITB), dan Universitas Gajah Mada (UGM) punya satu tema riset.