Fase Kemandirian, dalam priode tahun 2000-2010, terjadi perubahan revolusioner baik pada lingkungan strategis maupun pada industri minyak sawit nasional. Setelah krisis multidimensi melanda Indonesia tahun 1998, rezim Orde Baru berakhir dan Indonesia memasuki era baru yakni, era reformasi. Dibandingkan dengan era Orde Baru, pada reformasi terdapat perubahan revolusioner yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan Indonesia yakni, perubahan sistem ketatanegaraan dari rezim otoriter kepada rezim demokrasi, perubahan pengelolaan pemerintahan dan pembangaunan dari sentralisasi kepada sistem desentralisasi (otonomi daerah), perubahan pengelolaan perekonomian dari rezim protektif kepada ekonomi yang lebih liberal (Sipayung, 2012).
Perubahan revolusioner tersebut menjadi energi baru untuk melakukan investasi perkebunan kelapa sawit. Hal ini tercermin dari peningkatan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia yang meningkat setiap tahun selama priode tahun 2000-2010. Luas perkebunan rakyat meningkat dari skitar 1,1 juta Ha menjadi 3,3 juta Ha tahun 2010. Perkebunan negara juga masih meningkat dari 588 ribu Ha tahun 2000 menjadi 616 ribu Ha tahun 2010. Demikian juga perkebunan swasta meningkat dari 2,4 juta Ha tahun 2000 menjadi 3,9 juta Ha tahun 2010. Sehingga secara total, perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat dari 4,1 juta Ha tahun 2000 menjadi 9,15 juta Ha tahun 2013 atau lebih dari 2 kali lipat dalam 13 tahun. Peningkatan produksi CPO meningkat 3,5 kali lipat dalam 13 tahun terakhir, yakni dari 7 juta ton tahun 2000 menjadi 24,5 juta ton tahun 2013.
Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit Indonesia dalam priode tahun 2000-2010 tersebut juga lebih berkualitas dari sebelumnya (Sipayung, 2012). Pertama, selama periode tahun 2000-2010, pertambahan luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 367 ribu Ha setiap tahun, sementara pada periode sebelumnya hanya 126 ribu hektar per tahun.
Sumber: PASPI