JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah berkomitmen membantu pemberdayaan petani dalam rangka peningkatan produktivitas. Sudah banyak strategi kebijakan yang dijalankan untuk mendorong pengembangan kemampuan petani.
Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kemenko, Perekonomian RI Edy Yusuf, menjelaskan Pemerintah telah mendorong dilakukannya pemberdayaan petani dan organisasi petani untuk pengembangan kemampuan petani, dan organisasi petani agar dapat memperoleh akses dalam memenuhi kebutuhan (modal, teknologi, agro-input, benih/bibit).
Serta pengembangan kemitraan antara petani dan pengusaha dalam berbagai kegiatan di hulu hingga hilir. Kata Edy, pemberdayaan petani/masyarakat kelapa sawit diantaranya dilakukan dengan pertama, melakukan pendidikan, pelatihan dan magang petani, kedua, pendampingan dan pengawalan implementasi teknologi dan kelembagaan. Ketiga, penghimpunan dana peremajaan dalam rangka keberlanjutan usaha.
Keempat, pemantapan kelembagaan yang mendukung pengembangan agribisnis kelapa sawit. Lantas kelima, kemitraan antara perusahaan besar negara/swasta dengan kelompok tani dalam rangka akselerasi peremajaan sawit rakyat.
“Dibutuhkan adanya sinergi kebijakan antara lembaga pemerintah dan lembaga legislatif serta antara pemerintah pusat dan daerah untuk menjadikan perkebunan kelapa sawit sebagai motor penggerak ekonomi nasional dan daerah. Hal ini ditempuh melalui koordinasi dan sinkronisasi antar seluruh stakeholders yang dilakukan secara berkala,” kata Edy dalam acara Webinar FGD Sawit Berkelanjutan Vol. 10, bertajuk “Mendukung Pemberdayaan Perkebunan Sawit Rakyat”, yang diadakan InfoSAWIT, Kamis (18/11/2021).
Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari, guna mendukung petani sawit swadaya, solusi Indonesia adalah melalui program penanaman kembali petani besar-besaran yang bertujuan untuk membantu petani sawit swadaya memperbaharui perkebunan kelapa sawitnya dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan, dan berkualitas serta mampu mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal (Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan -LULUCF).
Lebih lanjut kata Sunari, sebab itu dalam penerapan PSR mencakup 4 aspek, pertama aspek legalitas yakni petani swadaya yang berpartisipasi dalam program ini harus mengikuti aspek legalitas tanah. Kedua aspek produktivitas, ialah pencapaian standar produktivitas untuk program penanaman kembali bagi perkebunan yang produktivitas Tandan Buah Segar (TBS) sawitnya masih dibawah 10 ton /ha/tahun. “Termasuk kebun sawit rakyat yang Kepadatan tanaman kurang dari 80 pohon/h,” kata Sunari.
Lantas ketiga aspek sustainability, dimana program penanaman kembali mesti mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan, yang meliputi: tanah, konservasi, lingkungan dan lembaga. Lantas keempat, pemenuhan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dengan memastikan prinsip keberlanjutan, kata Sunari, peserta program ini diharuskan untuk mendapatkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) pada panen pertama.